Novel terbaru berjudul Selamat Tinggal dari penulis terkenal Tere Liye yang tadinya merupakan e-book yang bisa dinikmati di Google Books ini akhirnya dicetak dan diterbitkan resmi oleh penerbit Gramedia Pustaka Utama. Kebetulan saya memesan novel ini dengan sistem Pre-Order di bulan Desember 2020 lalu. Akhirnya saya bisa menyelesaikannya.
Novel ini cukup ringan untuk dibaca walaupun mengangkat isu yang cukup serius, yaitu pembajakan dan kepenulisan. Bila menilik beberapa artikel berita dan essai, bisa disimpulkan bahwa pembajakan buku ini sudah menjadi industri, sebut IKAPI dalam artikel berita Republika. Pembajakan buku juga sulit untuk diberantas, karena penulis atau penerbit sendiri yang harus berperan aktif usaha penghentiannya, begitu menurut penulis esai Rahadian Rundjan dalam artikel esainya berjudul Hari Buku Sedunia: Ancaman Serius Pembajakan Buku. Bahkan ancaman pembajakan buku meresahkan penerbit yang berkumpul untuk bersama-sama melaporkan masalah pembajakan buku ini ke Polisi , seperti yang bisa disimpulkan dalam artikel berita Penerbit Merugi, Masalah Pembajakan Buku dari IDN Times.
Kamus Bahasa Indonesia-Inggris dan Inggris-Indonesia adalah salah satu buku paling banyak dijual oleh toko buku bajakan. Puluhan tahun terakhir, boleh jadi ada puluhan juta buku bajakannya terjual. Itu ironis, karena pengarangnya, Hassan Shadily dan John M. Echols, seharusnya menjadi salah dua penulis terkaya di negeri ini. Nyatanya tidak. Jutaan orang mencuri hak mereka, dan jika diingatkan baik-baik, mereka menjawab santai, "Ah, penulis itu harus ikhlas, besok di akhirat dibalas pahalanya. Kalau tidak bisa ikhlas, tidak usah jadi penulis."
Itulah salah satu paragraf dari novel ini yang saya ingat, yang menjadi isu sentral. Walau mengangkat isu yang mungkin cukup berat namun nyata ada di sekitar, novel ini tak luput dengan kisah lucu dan romantis ala mahasiswa. Satu karakter yang menjadi tokoh utama novel ini bernama Sintong Tinggal, yang berasal dari Sumatra Utara.
Di mulai dengan Sintong yang menjadi perantau karena berhasil lulus ujian untuk masuk perguruan tinggi. Ia tak menyangka bisa pergi ke Jakarta dan menempuh pendidikan tinggi sedangkan teman-teman SMA nya yang lain tak bisa atau bahkan tak ingin melanjutkan sekolah. Sintong merantau dan tinggal dengan pamannya yang memiliki toko buku bajakan di kawasan Depok, Jawa Barat.
Hidup Sintong terbilang biasa, namun jiwa belajar dan menuntut ilmunya tak biasa. Dengan jurusan Sastra yang diambilnya, mengantarkan Sintong untuk terus mengikuti ketertarikannya pada dunia menulis. Berhasil menjadi penulis opini di koran Ibukota tak membuat Sintong jumawa, malah membuatnya merenung ketika ia menyadari bahwa dirinya tak lulus-lulus dari perguruan tingginya, karena tak selesai membuat skripsi.
Renungan itu akhirnya menjadi kenyataan. Sintong mengumpulkan niat membuat kembali skripsi yang tak biasa, mengenai seorang penulis terkenal bernama Sutan Pane. Dari menulis inilah, ia juga menyadari bahwa ia tak bisa berlama-lama untuk bekerja dengan pamannya yang menjual banyak buku bajakan. Ia sadar bahwa menjadi penulis itu tak mudah. Ia seperti mengkhianati ketertarikannya sendiri yang seharusnya dihargai.
Sintong berontak. Ia memilih meninggalkan toko pamannya yang dijaganya, meninggalkan sifat malasnya menyelesaikan skripsi, dan meninggalkan seorang perempuan di kampusnya yang mendekatinya. Namun, Sintong kembali kepada seorang perempuan yang mungkin dulu meninggalkannya ketika ia merantau ke Jakarta.
Sampai akhirnya Sintong menjadi rajin menulis, terutama menulis untuk koran Ibukota. Sintong berhasil menyelesaikan skripsinya dengan berbagai takdir baik mengiringi dan menjadi seseorang yang berani mengubah pandangan orang lain terutama mengenai hal dalam menghargai originalistas pemikiran dan karya.
Memiliki sampul berwarna biru muda dengan gambar-gambar yang dimiliki Sintong dalam menjalani hidupnya, membuat novel ini mudah dikenali dan membuat penasaran pula. Gaya tulisan novel ini ringan dan kata-kata di dalamnya cukup penuh arti. Menurut saya, itulah karakteristik yang khas dari penulis Tere Liye, novel yang dimilikinya sederhana namun punya banyak arti.
Pembangunan karakter dan interaksi antar karakternya pun seru diikuti. Tidak hanya penuh dengan monolog perihal rasa yang dialami karakter itu sendiri, dialog yang lucu dan penuh sarkasme dan 'sindiran' ringan tentang pembajakan dan pemerintahan menghiasi isi novel ini. Novel ini cocok dibaca para mahasiswa. Pastinya juga, novel ini cocok dinikmati untuk seluruh orang, terutama para penulis dan pegiat kepenulisan dan membaca.
Comments
Post a Comment