--
Cerita yang unik dan menyentuh. Itulah kesan yang saya dapatkan dari novel Jepang karya Toshikazu Kawaguchi ini. Saya sudah mendengar lama tentang eksistensi novel ini. Karena menarik dari segi sampul buku dan kecintaan saya akan kopi, saya pun membacanya pada akhirnya. Senangnya, pada novel ini akhirnya diterjemahkan dalam bahasa Indonesia, padahal saya sedang memesan untuk membeli novel ini untuk terjemahan bahasa Inggrisnya.
Funiculi Funicula adalah sebuah kedai kopi kecil di Jepang yang letaknya ada di sebuah gang kecil, dan berada di area basement. Karena kedai ini terletak di gang kecil dan berada di pojok sebuah jalan, kadang keberadaan kedai atau cafe ini sering terlewat orang-orang yang melewatinya. Namun, karena sebuah legenda tentang orang-orang yang 'mungkin' bisa kembali ke masa lalu, kedai atau cafe ini menjadi ternama dan banyak didatangi orang-orang yang memang ingin menikmati kopi saja, atau memang ingin mencoba kembali ke masa lalu lewat kedai ini.
Kazu, Nagare dan Kei merupakan karakter inti sekaligus pemilik kedai dan pegawai kedai. Nagare dan Kei merupakan pasangan suami istri sementara Kazu merupakan mahasiswa yang bekerja paruh waktu di Funiculi Funicula. Ada empat cerita pendek di dalam novel ini, yang ketiga karakter di atas terkait satu sama lain. Cerita yang dibungkus pun sangat manusiawi, cerita sehari-hari yang mungkin terkadang terlupa bahwa cerita ataupun kisah tersebut ada di sekitar kita.
Funiculi Funicula memiliki kisah beberapa orang yang dipisah dalam cerita Fumiko, seorang karyawan di Jepang, yang ingin bertemu kekasihnya, Hirai seorang pemilik bar juga salah satu pelanggan kedai yang ingin bertemu adiknya kembali, Kotake seorang perawat yang juga pelanggan kedai yang penasaran akan surat dari Suaminya yang tak sempat ia terima, dan Kei sang istri pemilik kedai yang ternyata ingin melihat anaknya di masa depan. Keempat cerita tersebut selalu membuat saya memberi kalimat 'wah' atau 'wow' di setiap akhir ceritanya.
Cerita pendek yang dikemas ini dibagi dalam bab dari cerita yang sederhana namun mungkin hampir cenderung membosankan, hingga cerita yang sedikit memacu andrenalin. Saya salut dengan sang penulis yang selalu punya celah untuk memberi kesan kepada pembaca bahwa pembaca harus menyelesaikan setiap cerita. Karakter yang diberikan pun tidak banyak, supaya pembaca tak harus berpusing ria mengingat siapa kenal siapa, atau siapa punya cerita terhadap siapa. Keempat cerita di atas pun adalah cerita yang masih masuk akal walaupun dibumbui dengan tema besar tentang 'menjelajahi waktu.'
Sayangnya, saya membaca cerita di permulaannya yang cukup panjang dan sedikit membosankan. Bab cerita yang dibagi pun merupakan bab per cerita pendek, jadi cenderung panjang. Namun tetap ditolong dengan tanda berhenti "ting tong" di beberapa bagian. Ada beberapa cerita yang menurut saya butuh beberapa detil penjelasan cerita agar cerita pendek tersebut menjadi utuh dan terkesan masuk akal. Disimpulkan bahwa buku ini cocok untuk semua umur, dengan cerita yang manusiawi dan patut dinikmati dan direnungi di setiap bagiannya.
Kenyataan tidak akan berubah sekuat apa pun usahamu untuk mengubahnya saat kembali ke masa lalu.
Mungkin peraturan pertama mesin waktu di atas adalah pelajaran yang dapat diambil bagi saya. Kita mungkin bisa menjelajahi waktu, baik pergi ke masa depan ataupun ke masa lalu. Tapi, sekeras apapun usaha kita ingin mengubah kenyataan yang ada tak akan pernah bisa. Pilih dan pikirkan dengan bijak apa yang ingin dilakukan jika kita punya kesempatan untuk kembali ke masa lalu dan masa depan. Pesan atau hal apa yang ingin kita lakukan dan sampaikan, agar kita tetap ingat bahwa kita tetap tak bisa mengubah kenyataan.

Comments
Post a Comment