"Perjalanan hidupku yang berliku mengajarkan kesadaran kepadaku bahwa peran dan tanggung jawab manusia itu terus dipertukarkan Allah, dari yang paling atas, bisa dilempar ke peran paling bawah."
Itulah
sepenggal kalimat yang saya ingat dari novel berjudul Merdeka Sejak Hati karya
Ahmad Fuadi yang diterbitkan tahun 2019 lalu. Kalimat tersebut saya kaitkan
dengan judul dari ulasan buku dari novel ini sendiri. Saya suka penggalaman
tersebut karena menggambarkan sosok pemeran utama Lafran Pane yang ditulis oleh
Uda Ahmad Fuadi dalam novel ini. Novel ini memberikan cerita perjalanan hidup
Lafran Pane, sang pendiri organisasi besar di Indonesia bernama Himpunan
Mahasiswa Islam disingkat HMI.
Berlatar belakang waktu penjajahan Belanda dan
Jepang, novel ini bercerita tentang kehidupan Lafran Pane sedari kecil yang
sudah ditinggal sang Ibu, dan ia harus diurus dan tinggal dengan sang Nenek. Ia
merasa 'agak' dikekang dan diatur hidupnya jika ia harus hidup dengan keluarga
sang Ayah, yang perannya cukup ternama di Indonesia, yaitu Sutan Pangurabaan.
Lafran Pane merupakan saudara dari penulis dan penyair terkenal Armijn dan
Sanusi Pane. Lafran kecil hidupnya bisa dibilang 'agak' bebas dan suka bermain
hingga sang nenek harus mengontrol dan memanggilnya untuk pulang sebelum magrib
dengan nada tinggi.
Lafran Pane tumbuh dan berani untuk berjalan
sendiri, sehingga ia memulai petualangannya hingga pergi ke Pusat Kota Medan,
dan Batavia. Ia bekerja serabutan, tidur di pinggir jalan, namun ia dapat
bergaul dan memiliki teman dengan cepat. Hingga akhirnya Ayahnya tahu dan
meminta bantuan kepada saudara-saudari Lafran Pane untuk membawanya pulang.
Lafran pun dimasukkan ke sekolah Taman Siswa, namun ia agak sulit untuk
mengikuti pada awalnya. Sampai pada kejadian bahwa ia harus ditangkap penjajah
dari Jepang hingga hampir mati. Momen itu merupakan titik baliknya hingga ia
mengambil pendidikan di STI, Sekolah Tinggi Islam.
Sekolah Tinggi Islam merupakan tempatnya mengambil
pendidikan agama dan ketika Lafran berani untuk mencetuskan ide untuk membuat
sebuah organisasi besar yang sekarang cukup disegani, HMI. Perjuangannya di
waktu lalu hingga ia di bangku perkuliahan pun membuatnya berjuang
habis-habisan untuk mengumpulkan anggota. Ia pidato di tempat-tempat yang
berbeda dengan isi pidato yang selalu diralat karena ia ingin menyampaikan
gagasan yang tidak melawan atau berkontradiksi dengan prinsip kesatuan
Indonesia di tahun penjajahan.
Hingga akhirnya, Lafran berhasil mendirikan
organisasi itu dan mengumpulkan banyak anggota. Sempat menjadi sang ketua
organisasi, namun ia bertemu dengan beberapa relasi dari kampus lain dan
menyerahkan kepemimpinannya dengan seseorang yang sedang berkuliah di kampus
lain namun mempunyai visi dan misi yang sama dengan Lafran. Sesuai dengan
kata-kata yang ditulis Ahmad Fuadi berdasarkan cerita Lafran, bahwa peran dan
tanggung jawab itu bisa dipertukarkan atau dibolak balikkan hak kepemilikannya
oleh Sang Pencipta.
Novel ini penuh dengan cerita sejarah Lafran Pane
juga sejarah Indonesia itu sendiri. Saya selalu suka gaya penulisan Uda Ahmad
Fuadi yang menurut saya deskriptif. Sebagai pembaca, kita dibawa untuk
berpetualang di setiap kata dan ilmu dari cara penulisan Uda Ahmad Fuadi. Novel
ini mengajarkan kita untuk bersikap jujur dan tak serakah karena di beberapa
bagian buku saya terpesona dengan sikap Lafran yang berkali kali menolak
pemberian orang-orang yang sudah dibantu olehnya atau dari relasi
terdekatnya.
Bahasa yang digunakan di dalam novel ini cukup
sederhana, namun banyak nya campuran bahasa seperti bahasa Belanda, agak
membingungkan saya mengenai artinya. Tapi, tidak sampai mengubah rasa asyik
membacanya. Novel ini membawa beragam emosi, seperti rasa semangat, kasih
sayang, dan kesedihan yang dirasakan Lafran. Walaupun hidupnya penuh
petualangan, ia pun akhirnya berlabuh, dan memilih mengabdi untuk menjadi
seorang Pengajar.
Kesimpulannya, novel ini sangat direkomendasikan
pastinya untuk para anggota Himpunan Mahasiswa Islam, karena kaya akan sejarah
sang pendiri dan organisasi tersebut. Novel ini juga kaya akan sejarah dan ilmu
tata negara, salah satu jurusan yang diambil Lafran Pane di Universitas Gajah
Mada, dan akhirnya menjadi dosen untuk ilmu tersebut. Tak hanya itu, novel ini
juga sangat direkomendasikan kepada para pemuda, terutama yang sedang duduk di
bangku perkuliahan. Dengan semangat juang Lafran Pane, ia mengajarkan bagaimana
menjadi manusia jujur, penuh semangat bagi Indonesia, serta menjadi manusia
yang tak serakah.
Comments
Post a Comment