Jalanan mulai ramai kembali setelah hujan mereda satu jam yang lalu. Harum dari campuran air hujan, debu jalanan, dan tanah yang berada disekitarannya membuatku tersenyum lebar. Fenomena langka, setelah dua minggu lebih tak turun hujan, hari ini bumi dibasahi sedikit oleh air yang turun karena ada fenomena alam Tuhan itu.
"Hi!" seseorang mendatangiku dengan celana yang sedikit basah, begitu pula sepatu santai berbahan kulit yang dipakainya. Wow, dia berubah, hampir delapan puluh persen dari penampilannya.
Hari ini wajahnya terlihat segar. Dengan potongan rambut yang hampir cepak, wajah yang semakin terlihat bulat karena hobi barunya yang suka makan, serta badannya yang terlihat sedikit besar.
"Udah makan?" ujarku menyapa, dia duduk tepat dihadapanku sekarang.
"Udah." Jawabnya singkat dihiasi senyum diwajahnya. Wow, senyum itu, lagi-lagi aku berkata 'wow'. Entah akan ada berapa kata 'wow' hari ini untuknya.
Kami sudah tak bertemu selama hampir satu tahun.
"Sibuk apa?" aku membuka pembicaraan. Dia belum menjawab, aku bisa lihat dirinya menerawang jauh keluar jendela restoran cepat saji yang siang ini cukup ramai dengan orang-orang yang sedang kelaparan. Aku bisa lihat antrian panjang di bagian kasir, padahal kasir itu sudah dibuka sebanyak tiga konter.
"Hmm, sedang menunggu panggilang kerja." senyumnya lagi. Cara bicaranya tak berubah, cara bersikapnya pun begitu. Aku yang terdiam, tak tahu harus bicara apa lagi, tiba-tiba dia menyeletuk, "Aku lapar." ujarnya santai sambil mengelus perutnya. Aku terkikik pelan, tertawa dalam hati.
"Pesan saja, mungkin sepuluh menit lagi antrian akan mengular." ujarku menyabarkannya.
"Padahal aku sudah makan tadi." ujarnya lagi. Aku tersentak dengan pernyataan jujurnya. Luar biasa orang ini.
"Hah? Serius?" ujarku meyakinkan. Ia mengangguk cepat. Setelah sepuluh menit berlalu, aku berbagi tugas dengannya, dia akan pesan terlebih dahulu, selanjutnya baru aku.
Kita kembali ke tempat kita pertama kali bertemu.
Aku mengingat banyak kejadian indah yang tak pernah lelaki yang ku temui hari ini sadari. Kehadirannya yang tiba-tiba, yang akan membuat perutku dipenuhi kupu-kupu biru favoritku, dan juga hampir membuatku lemas karena tak kuat menopang badanku dengan kaki yang lemas akibat gurauannya.
"Siska..." dirinya memanggilku dari jauh. Wow, dia memesan dua menu sekaligus, pantas saja melihat tubuhnya hari ini, cukup berubah.
"Kamu... hmm, lapar sekali ya?"
Dia menggeleng.
"Ini buat kamu juga. Kamu bukannya suka burger dengan tambahan dua keju dan setengah acar?" ujarnya sekaligus bertanya. Hah? Dia tahu sekali detil makanan cepat saji favoritku.
Aku mengangguk sambil tersenyum. Semua menu yang lelaki ini pesan untukku benar. Benar-benar semuanya favoritku. Soda dengan rasa mangga ditambah paduan jelly, dan juga kentang goreng dengan bumbu pedas, yang sebenarnya tidak terlalu pedas ketika ku coba.
"Danke." ujarku berterima kasih. Ia mengangguk mengerti.
Kami berdua menikmati sajian restoran cepat saji tempat pertama kali kami bertemu. Memori yang dulu hanya kusimpan dalam hati dan pikiranku, ku bagi dengannya, mengalir begitu saja perbincangan kami berdua. Sampai pada suatu pembicaraan tentang hati kami berdua. Tentang dia yang tiba-tiba menghilang, tentang dia yang mau menerima ajakanku kali ini, padahal dulu tiga kali ajakanku ditolak olehnya.
"Aku... Aku... Hmm..." ujarnya bingung dengan ciri khasnya mengelus tungkak leher belakangnya.
Pertanyaan yang mungkin menganggetkan dia lagi. Pertanyaanku yang bertanya padanya tentang rasa yang ada dalam hatinya untukku. "Bagaimana sebenarnya perasaan dan sikapmu padaku?" itulah pertanyaan yang kulontarkan.
Dia menghela nafas panjang. Sebentar memandang pemandangan lalu lalang keramaian orang di luar restoran, hujan kembali turun, kali ini lebih deras dari dua jam sebelumnya. Dia menatapku dalam-dalam dan mengangguk. Anggukannya penuh tanya, jawaban 'iya' tentang pertanyaanku, atau hanya anggukan bahwa dia mengerti pertanyaanku?
"Iya, aku punya rasa yang sama denganmu." Ketika itu gemuruh hujan seperti tak terdengar olehku, hanya ada suara indah dari lelaki yang di namai Gandi, yang duduk tepat di hadapanku mengucap kata yang sudah kutunggu selama hampir lima tahun.
***
"Siska... Siska... Bangun Siska..." ujar seseorang yang membangunkanku seperti aku sedang dalam posisi dirasuki makhluk halus.
"Apa? Gue dimana?" ujarku bingung. Pandanganku masih tidak jelas. Hanya bayang-bayang banyak wajah yang ada di hadapanku saat ini.
"Waduhhh... Lo pingsan. Yaudah bangun dulu." ujar seorang perempuan yang ada di sampingku. Setidaknya itu tebakanku, karena suaranya datang dari samping kananku.
"Gimana rasanya pingsan pertama kali di acara wisuda? Gak banget tahu...." ujar temanku yang sekarang sudah terlihat jelas wajahnya. Aku pingsan di acara wisudahku? Ya Tuhan...
"Indah..." setidaknya itu yang aku rasakan. Memang indah bayangan didalamnya. Aku tersenyum lalu teman-temanku menertawakanku.
"Hi!" seseorang mendatangiku dengan celana yang sedikit basah, begitu pula sepatu santai berbahan kulit yang dipakainya. Wow, dia berubah, hampir delapan puluh persen dari penampilannya.
Hari ini wajahnya terlihat segar. Dengan potongan rambut yang hampir cepak, wajah yang semakin terlihat bulat karena hobi barunya yang suka makan, serta badannya yang terlihat sedikit besar.
"Udah makan?" ujarku menyapa, dia duduk tepat dihadapanku sekarang.
"Udah." Jawabnya singkat dihiasi senyum diwajahnya. Wow, senyum itu, lagi-lagi aku berkata 'wow'. Entah akan ada berapa kata 'wow' hari ini untuknya.
Kami sudah tak bertemu selama hampir satu tahun.
"Sibuk apa?" aku membuka pembicaraan. Dia belum menjawab, aku bisa lihat dirinya menerawang jauh keluar jendela restoran cepat saji yang siang ini cukup ramai dengan orang-orang yang sedang kelaparan. Aku bisa lihat antrian panjang di bagian kasir, padahal kasir itu sudah dibuka sebanyak tiga konter.
"Hmm, sedang menunggu panggilang kerja." senyumnya lagi. Cara bicaranya tak berubah, cara bersikapnya pun begitu. Aku yang terdiam, tak tahu harus bicara apa lagi, tiba-tiba dia menyeletuk, "Aku lapar." ujarnya santai sambil mengelus perutnya. Aku terkikik pelan, tertawa dalam hati.
"Pesan saja, mungkin sepuluh menit lagi antrian akan mengular." ujarku menyabarkannya.
"Padahal aku sudah makan tadi." ujarnya lagi. Aku tersentak dengan pernyataan jujurnya. Luar biasa orang ini.
"Hah? Serius?" ujarku meyakinkan. Ia mengangguk cepat. Setelah sepuluh menit berlalu, aku berbagi tugas dengannya, dia akan pesan terlebih dahulu, selanjutnya baru aku.
Kita kembali ke tempat kita pertama kali bertemu.
Aku mengingat banyak kejadian indah yang tak pernah lelaki yang ku temui hari ini sadari. Kehadirannya yang tiba-tiba, yang akan membuat perutku dipenuhi kupu-kupu biru favoritku, dan juga hampir membuatku lemas karena tak kuat menopang badanku dengan kaki yang lemas akibat gurauannya.
"Siska..." dirinya memanggilku dari jauh. Wow, dia memesan dua menu sekaligus, pantas saja melihat tubuhnya hari ini, cukup berubah.
"Kamu... hmm, lapar sekali ya?"
Dia menggeleng.
"Ini buat kamu juga. Kamu bukannya suka burger dengan tambahan dua keju dan setengah acar?" ujarnya sekaligus bertanya. Hah? Dia tahu sekali detil makanan cepat saji favoritku.
Aku mengangguk sambil tersenyum. Semua menu yang lelaki ini pesan untukku benar. Benar-benar semuanya favoritku. Soda dengan rasa mangga ditambah paduan jelly, dan juga kentang goreng dengan bumbu pedas, yang sebenarnya tidak terlalu pedas ketika ku coba.
"Danke." ujarku berterima kasih. Ia mengangguk mengerti.
Kami berdua menikmati sajian restoran cepat saji tempat pertama kali kami bertemu. Memori yang dulu hanya kusimpan dalam hati dan pikiranku, ku bagi dengannya, mengalir begitu saja perbincangan kami berdua. Sampai pada suatu pembicaraan tentang hati kami berdua. Tentang dia yang tiba-tiba menghilang, tentang dia yang mau menerima ajakanku kali ini, padahal dulu tiga kali ajakanku ditolak olehnya.
"Aku... Aku... Hmm..." ujarnya bingung dengan ciri khasnya mengelus tungkak leher belakangnya.
Pertanyaan yang mungkin menganggetkan dia lagi. Pertanyaanku yang bertanya padanya tentang rasa yang ada dalam hatinya untukku. "Bagaimana sebenarnya perasaan dan sikapmu padaku?" itulah pertanyaan yang kulontarkan.
Dia menghela nafas panjang. Sebentar memandang pemandangan lalu lalang keramaian orang di luar restoran, hujan kembali turun, kali ini lebih deras dari dua jam sebelumnya. Dia menatapku dalam-dalam dan mengangguk. Anggukannya penuh tanya, jawaban 'iya' tentang pertanyaanku, atau hanya anggukan bahwa dia mengerti pertanyaanku?
"Iya, aku punya rasa yang sama denganmu." Ketika itu gemuruh hujan seperti tak terdengar olehku, hanya ada suara indah dari lelaki yang di namai Gandi, yang duduk tepat di hadapanku mengucap kata yang sudah kutunggu selama hampir lima tahun.
***
"Siska... Siska... Bangun Siska..." ujar seseorang yang membangunkanku seperti aku sedang dalam posisi dirasuki makhluk halus.
"Apa? Gue dimana?" ujarku bingung. Pandanganku masih tidak jelas. Hanya bayang-bayang banyak wajah yang ada di hadapanku saat ini.
"Waduhhh... Lo pingsan. Yaudah bangun dulu." ujar seorang perempuan yang ada di sampingku. Setidaknya itu tebakanku, karena suaranya datang dari samping kananku.
"Gimana rasanya pingsan pertama kali di acara wisuda? Gak banget tahu...." ujar temanku yang sekarang sudah terlihat jelas wajahnya. Aku pingsan di acara wisudahku? Ya Tuhan...
"Indah..." setidaknya itu yang aku rasakan. Memang indah bayangan didalamnya. Aku tersenyum lalu teman-temanku menertawakanku.
Comments
Post a Comment