Hari Senin datang lagi. Hanya sebagian kecil orang yang menyukainya. Aku tak termasuk di dalamnya. Apa gunanya menjadi sebagian kecil orang yang menyukai hari Senin. Sebaliknya, aku memiliki sindrom Blue Monday . Entah, karena dua atau tiga tahun lalu aku ada di sebuah perusahaan yang amat sangat mengejutkanku pada cara kerja sistem di dalamnya. Setiap kali hari Senin, rasanya seperti hari yang ingin aku lewati saja. Padahal toh, kalau melewatkan hari Senin, ya kita tetap akan menatap hari Selasa sebagai hari pertama di hari kerja. Senin itu berjalan cepat, sudah sore, kulewati secara lancar. Lancar, karena aku tak terlalu ingin aktif dalam melakukan pekerjaan. Menjadi akuntan yang harus berdiam di kursi berbusa, warna hitam dengan tulang kursi warna senada, menatap layar monitor 8 jam, 1 jam istirahat termenung selalu mempertanyakan, “Untuk apa semua ini?” Apalagi kalau lelah atau pegal melanda, aku hanya diam menatap kubikel warna krim dan hitam. Kosong melompong, otak ...
Read, Write, Read, Write